Pages

Search This Blog

Wednesday, August 17, 2011

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.


>Latar belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

>Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.

Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.

Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[2] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56(sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

>Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.

Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.

Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

>Isi Teks Proklamasi

Naskah Klad

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Naskah baru setelah mengalami perubahan

Di dalam teks proklamasi terdapat beberapa perubahan yaitu terdapat pada:

Kata tempoh diubah menjadi tempo
Kata Wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi Atas nama bangsa Indonesia
Kata Djakarta, 17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 08 tahun '05
Naskah proklamasi klad yang tidak ditandatangani kemudian menjadi otentik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta
Kata Hal2 diubah menjadi Hal-hal

Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta


Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.

Naskah Otentik

Tentang suara ini Soekarno membacakan naskah proklamasi
di studio RRI pada tahun 1951


Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal² jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17-8-'05
Wakil2 bangsa Indonesia.

>Cara Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.

Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.

Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect our Constitution, August 17!(Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17 Agustus!) Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.

* Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
* Sam Ratulangi dari Sulawesi.
* Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
* A. A. Hamidan dari Kalimantan.

>Peringatan 17 Agustus 1945
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Mulai dari lomba panjat pinang, lomba makan kerupuk, sampai upacara militer di Istana Merdeka, seluruh bagian dari masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara masing-masing.

Lomba-lomba tradisional
Perlombaan yang seringkali menghiasi dan meramaikan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI diadakan di kampung-kampung/ pedesaan diikuti oleh warga setempat dan dikoordinir oleh pengurus kampung/ pemuda desa

Panjat pinang
Balap bakiak
Tarik tambang
Sepeda lambat
Makan kerupuk
Balap karung
Perang bantal
Pemecahan balon
Pengambilan koin dalam terigu
Lari Kelereng

Peringatan Detik-detik Proklamasi
Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara. Peringatan ini biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Pusaka), pembacaan naskah Proklamasi, dll. Pada sore hari terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.

READ MORE - Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Tuesday, August 9, 2011

7 Masjid unik di Indonesia

1. Masjid Muhammad Cheng Ho

Masjid Muhammad Cheng Ho berada di Jalan Gading, Kota Surabaya. Mesjid ini tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai salah satu masjid terunik. Bangunan mesjid ini tidak berbentuk seperti mesjid pada umumnya karena dibuat dengan arsitektur khas Tiongkok. Bentuk bangunan ini mirip Masjid Niu Jie di Beijing yang berusia lebih dari 100 tahun.

2. Masjid An Nurumi

Masjid An Nurumi merupakan masjid kecil di tepi jalan Jogja-Solo dengan arsitektur cukup unik. Kubah atapnya mirip bangunan di Moscow, Russia. Kubahnya berbentuk aneh dan berwarna-warni. Mesjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Kremlin. Ada juga yang menjuluki Masjid Permen, sebab kubahnya warna-warni mirip permen lolipop.

3. Masjid Menara Kudus

Masjid Menara Kudus disebut juga sebagai mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus. Keunikan dari bangunan masjid ini adalah menara berbentuk candi bercorak Hindu Majapahit. Bentuk arsitekturalnya yang sangat khas untuk sebuah menara masjid itulah yang menjadikannya begitu mempesona. Keunikan lainnya, mesjid ini dibangun dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Mesjid ini terletak di kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

4. Masjid bawah tanah Tamansari

Masjid Taman sari terletak di bawah tanah kompleks Taman Sari Jogjakarta. Masjid Tamansari dibangun pada paruh pertama abad lalu. Masjid ini memiliki arsitektur yang unik. Masjid bawah tanah ini terdiri atas dua lantai berbentuk bulat dengan rongga- rongga jendela di bagian luarnya. Lantai bawah dipakai untuk jamaah wanita, lantai atas untuk jamaah pria. Tangga dari lantai bawah menuju ke lantai atas terletak di tengah-tengah lingkaran. Selain itu terdapat sebuah kolam kecil berbentuk bulat di tengah masjid serta tangga yang melintang di atasnya.

5. Masjid pintu seribu

Masjid Nurul Yakin atau lebih dikenal dengan sebutan masjid Sewu (seribu) memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan masjid lainnya karena mesjid ini memiliki seribu pintu. Masjid seribu ini menjadi salah satu tempat paling menarik bagi wisatawan. Tak hanya wisatawan lokal tapi wisatawan asing. Mesjid ini terletak di Kp.Bayur Tangerang.

6. Masjid Perahu

Masjid yang terletak di sebuah gang kecil yang terapit oleh Apartemen Casablanca, Jakarta ini aslinya bernama Al Munada Darrusalam. Mesjid ini lebih dikenal sebagai masjid perahu karena di samping masjid itu terdapat bangunan beton yang menggambarkan sebuah perahu raksasa. Bangunan berbentuk perahu tersebut difungsikan sebagai tempat wudhu untuk kaum muslimat, sementara untuk kaum muslimin berada pada sisi yang berbeda. Suatu keunikan yang tak dimiliki oleh masjid-masjid lainnya.

7. Masjid Cipari

Masjid Cipari atau A-Syuro, adalah salah satu masjid tertua di Garut, Jawa Barat. Bentuk bangunan mesjid ini cukup unik karena mirip bangunan gereja dengan bentuk bangunannya yang memanjang dengan pintu utama persis ditengah-tengah nampak muka bangunan, juga keberadaan menaranya yang terletak di ujung bangunan persis diatas pintu utama. Masjid Cipari ini juga memiliki sejarah perjuangan, karena dahulu digunakan sebagai basis perjuangan rakyat dan tentara.

READ MORE - 7 Masjid unik di Indonesia

Semua Presiden Indonesia Kaya

Kalau diteliti dengan cara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya ternyata 6 orang Presiden kita,Presiden RI semuanya “kaya”. Apa buktinya? Mari kita lihat satu-satu demi satu.

Sukarno”kaya” dengan istri dan gelar DR.

Dialah satu-satunya Presiden Indonesia yang paling “kaya” dengan banyak istri yang dinikahinya. Dan kalau waktu itu sudah ada MURI(Musium Rekor Dunia Indonesia)  sudah pasti Bung Karno akan masuk rekor MURI sebagai Presiden Indonesia yang paling banyak mempunya istri atau paling”kaya” dengan istri. Anda bisa bisa hitung satu demi satu istri Bung Karno: Utari, Inggit Gunarsih, Fatmawati, Haryati, Hartini, Ratna Sari Dewi,Yurike Sanger, Kartini Manoppo dan Heldy Jaffar.

Dari 9 orang istri itu tidak sekaligus dikumpulkan jadi  satu tempat, seperti dalam sistem kerajaan. Tapi masing-masing punya temapat dan sejarahnya sendiri-sendiri, itupun tidak sekaligus Bung Karno menikahi 9 orang, tapi ada yang dinikahi selagi masih kuliah, sebelum menjadi Presiden, ada yang diceraikan dan ada yang tetap menjadi istri Bung Karno sampai wapatnya. Dan uniknya istri-istri Bung Karno menyebar di seluruh wilayah Indonesia, paling tidak terwakili dari aspek pulau, suku dan negara. Ada Sunda, Jawa, Bengkulu sampai ke Jepang!

Oya, Bung Karno juga Presiden yang kaya dengan gelar DR honoris causa dari 26 Universitas di luar negeri! Suatu prestasi yang tak akan pernah diangkat di Jaman Orde Baru! Di jaman Orde Baru, jangankan gelar DRnya Sukarno, memasang fotonya Bung Karno bisa menimbulkan masalah, apa lagi kalau fotonya di arak pada saat pemilu, dilarang! Begitu takutnya Suharto pada Bung Karno, padahal Bung Karno saat itu sudah tiada. Bahkan saat Bung Karno meninggalpun kuburannya tak boleh dekat-dekat dengan Jakarta sebagai pusat pemerintahan!

Suharto “kaya” dengan KKN.

Kalau di katakan Suharto Presiden paling kaya harta, saya tak punya data dan itu di bantah oleh Suharto sendiri ketika majalan asing menulis kekayaannya yang sedemikian banyaknya sampai nulis nolnyapun terlalu banyak. Ya sudah kita lewati itu. Kita ambil saja yang “kaya” dengan KKN, nah kalau yang ini masih bisa dibuktikan dengan dijatuhkannya Suharto dari singgasana kekuasaannya. Karena mundurnya Suharto tak lain karena tuduhan KKN yang bertubi-tubi dan kakayaannya yang tersebar di antara 6 orang anaknya serta orang-orang yang ada disekitarnya. Suhartonya sendiri mengaku tak punya sepeserpun dana simpanan ada di luar negeri, anda percaya?

Kalau Bung Karno “kaya” istri, kalau Suharto”miskin” istri, Suharto yang saya tahu hanya punya istri satu, walaupun di jaman menjelang kejatuhannya ada isu, bahwa Suharto punya yang”lain” benar atau tidak, ya namanya isu, sukar dicari kebenarannya, ya untuk amannya, kita sebut saja Suharto”miskin” istri, tapi”kaya” KKN! Tapi lagi-lagi sejarah hukum kita mencatatnya”abu-abu”, karena sampai wapatnya Suharto tak ada vonis hukum yang dikenakan padanya, walupun tuduhan KKN berhasil “menjatuhkannya”.

Habibie ” kaya” jabatan dan cinta.

Boleh di bilang Habibie adalah”anak emasnya” Suharto, Habibielah satu-satunya menteri di jaman Orde baru yang menduduki jabatan dalam pas yang sama,  Menristek,  4 Periode berturut-turut dari 1978-1998 dan pernah menjadi Kepala dari sekian puluh BUMN! Kekayaan Habibie tak akan habis-habisnya di gali, karena Habibie kaya ilmu dan tentu saja yang namanya ilmu tak akan pernah habis di bagi-bagi, karena ilmu semakin dibagi kepada orang lain, bukannya berkurang, bahkan semakin bertambah. Beda dengan harta, semakin dibagikan kepada orang semakin habis.

Habibie juga kaya dengan jiwa demokrasinya, mungkin karena lama di Jerman. Dan dialah Presiden yang karena kecerdasannya menjadi idola bagi generasi muda saat itu, kalau sudah bicara teknologi di jaman Orba, maka orang tak akan lupa dengan Habibie, itulah kekayaan Habibie yang sesungguhnya. Dan Habibie juga kaya dengan rasa cinta pada sang istri, dan rasa cinta itu terlihat nyata di saat-saat ditinggal untuk selamanya oleh sang istri. Dan kalau mau ditulis kisah cinta Habibie bisa menarik dan menginspirasi generasi selanjutnya.

Gus Dur”kaya” dengan humor.

Dialah satu-satunya Presiden yang paling dekat dengan rakyat, hampir tak ada jarak sedikitpun dengan rakyat dan kalau dalam suatu negara tak ada protokolernya, bisa-bisa istana negara atau istana merdeka “jebol” dengan datangnya berbagai kalangan rakyat, dari mulai yang bersepatu sampai yang bersandal jepit akan diterimanya, dari yang berjas dan berdasi sampai yang pakai sarungan. Dan kata Gus Dur yang tak akan dilupakan oleh bangsa Indonesia dalam sejarah modernya adalah” segitu aja kok repot!”

Dan selera humor yang tinggi, sehingga kalau kita melihat Gus Dur dalam foto-fotnya kebanyak dalam kedaan tertawa terkekeh-kekeh dan anekdot yang keluar dari mulut Gus Dur “segudang” banyaknya. Dan Gus Dur dengan rileknya bisa mentertawakan dirinya sendiri sebagai Kiayi yang sangat dihormati dikalangan NU, coba lihat di bawah ini.

Kuli dan Kyai

Rombongan jamaah haji NU dari Tegal tiba di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah Arab Saudi. Langsung saja kuli-kuli dari Yaman berebutan untuk mengangkut barang-barang yang mereka bawa. Akibatnya, dua orang di antara kuli-kuli itu terlibat percekcokan serius dalam bahasa Arab.

Melihat itu, rombongan jamaah haji tersebut spontan merubung mereka, sambil berucap: Amin, Amin, Amin!

Gus Dur yang sedang berada di bandara itu menghampiri mereka: “Lho kenapa Anda berkerumun di sini?”

“Mereka terlihat sangat fasih berdoa, apalagi pakai serban, mereka itu pasti kyai. ( dikutif dari www.gusdur.net)

Megawati”kaya” dengan diam.

Kalau ada kontes atau pemilihan Presiden sedunia yang paling diam atau jarang buka mulut, mungkin, Megawati akan menduduki  tempat pertama atau juara pertama, karena dialah Presiden yang jarang sekali bicara yang mestinya saat itu dia harus bicara! Apa yang dilakukannya pada seharusnya dia bicara? Ya diam itu! Bisa anda bayangkan betapa repotnya punya presiden yang lebih banyak diamnya, kalau diamnya ada prestasi yang membanggakan rakyat, tak apa-apa, tapi anda bisa lihat?

Yang repotnya lagi adalah saat dua kali kalah pemilu, tapi tetap tak mau mengakui kekalahannya, dan kata-kata yang selalu dilang adalah”kekurangan suara” Dan yang repotnya lagi adalah kekalahan yang dua kali itu membuatnya merasa “dikhianati” oleh bawahannya saat itu, SBY. Maka yang muncul dipermukaan adalah dendam! Ya tak tanggung-tanggung, kalau dalam Islam boleh marah pada seseorang dibatasi maksimal 3 hari, bagi Megawati tak cukup itu, yang terlihat kemana-mana kalau bertemu, sukur tak bertemu dengan SBY, maka yang terlihat adalah bukan seorang negarawan, tapi seorang wanita yang penuh dengan dendam! Baru terlihat agak cair pada 1 Juni 2011 dalam peringatan hari kelahiran Pancasila, sukur-sukur sih sudah selesai dendamnya dengan SBY, sehingga rakyat Indonesia bahagia melihat para pemimpinya mudah memaafkan kesalahan orang lain!

SBY”kaya” citra.

Kalau kata istila sekarang SBY itu “Jaim” jaga image,  ya jaga citra, sebenarnya menjaga citra atau menjaga image itu sah-sah saja, tapi karena masalahnya menyangkut politik, menjaga citra yang semula positif dalam arti menjaga penampilan, tindakan atau kelakuan, omongan dan sebagainya agar tidak buruk, malah dipelesetkan menjadi menjaga kekuasaan, ya agar tetap berkuasa! Bolehkah jaim? Boleh, mengapa tidak, siapa melarang orang mejaga kepribadian, kelakuan, penampilan dan sebagainya? Tak ada.

Tapi kalau jaim justru melindungi orang-orang yang terkena kasus KKN, persolannya menjadi lain, bahkan bisa menimbulkan  fitnah! Dan itu akan berlangsung selama berkuasa, tapi saat tak berkuasa akan dihantam dan dibongkar habis. Saat sekarangpun, saat menjelang 2014  sudah mulai “dibongkar” pelan-pelan citra tersebut melalui partai yang dibina SBY.  Makanya sampai-sampai Emha Ainun Nadjib dalam sebuah karyanya memberikan judul” Presiden Balkadaba” sebuah permainan kata yang cantik! Coba saja anda kutak kutik kata” Presiden Balkadaba” tanpa mengurangi atau menambah satu hurupun kata”Balkadaba”, maka anda akan menemukan apa yang dimaksud oleh Emha Ainun Nadjib.

READ MORE - Semua Presiden Indonesia Kaya